Profil Pahlawan Indonesia, Curcol – Sultan Hasanuddin adalah seorang pahlawan nasional yang lahir pada tanggal 12 Januari 1631 di Kerajaan Gowa, Sulawesi Selatan. Ia merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Bugis-Makassar yang memiliki latar belakang pendidikan dan keberanian yang luar biasa.
Sejak muda, Sultan Hasanuddin telah menunjukkan bakat kepemimpinan yang kuat. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga kerajaan yang mempersiapkannya untuk mengambil alih tahta sebagai raja Kerajaan Gowa. Namun, takdir berkata lain saat ia terpilih menjadi sultan pada usia 25 tahun, tepatnya pada tahun 1653.
Saat berkuasa, Sultan Hasanuddin tidak hanya dikenal sebagai seorang pemimpin politik tetapi juga sebagai panglima perang ulung. Ia melancarkan serangkaian peperangan melawan pasukan Belanda yang datang dengan maksud menjajah daerah Sulawesi Selatan. Keberaniannya dalam bertempur membuatnya dijuluki “Pangeran Diponegoro” oleh para prajuritnya.
Tidak hanya itu, Sultan Hasanuddin juga dipercaya sebagai pemimpin perlawanan besar-besaran terhadap penjajahan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Pemberontakan ini dikenal dengan nama Perang Makassar atau Perang Bugis-Belanda (1666-1669), dimana pasukan Sultan berhasil mengusir tentara Belanda dan sekutunya dari wilayah mereka.
Latar belakang keluarga dan pendidikan
Latar belakang keluarga dan pendidikan Sultan Hasanuddin sangat penting untuk dipahami, karena ia merupakan salah satu pahlawan yang berperan besar dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda di Sulawesi Selatan.
Sultan Hasanuddin lahir dari keluarga bangsawan Bugis-Makassar yang memiliki pengaruh kuat di daerah tersebut. Ayahnya adalah La Tenri Tatta, seorang panglima besar Kerajaan Gowa-Tallo yang terkenal pada masanya. Sejak kecil, Sultan Hasanuddin telah menerima pendidikan yang baik dan dididik dengan nilai-nilai kepahlawanan serta semangat nasionalisme.
Pendidikan formal Sultan Hasanuddin dimulai ketika ia bergabung dengan Kolese Makassar, sebuah sekolah kolonial Belanda di kota tempat tinggalnya. Disini lah dia mendapatkan pendidikan Eropa pertamanya dan mempelajari bahasa-bahasa asing seperti Belanda dan Inggris.
Namun demikian, pendidikan formal tidaklah cukup bagi Sultan Hasanuddin. Ia juga belajar banyak hal dari ayahnya tentang seni perang tradisional Bugis-Makassar serta etika kepemimpinan yang kuat.
Dengan latar belakang keluarga dan pendidikan seperti itu, tidak mengherankan jika Sultan Hasanuddin tumbuh menjadi sosok pemimpin ulung yang tak kenal lelah dalam memerangi penjajahan Belanda. Ia menggunakan semua ilmu dan nilai-nilai yang diperolehnya untuk membela tanah airnya dari ancaman kolonialisasi asing.
Perang yang dilakukan Sultan Hasanuddin
Perang yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin adalah salah satu babak penting dalam sejarah kepahlawanan Indonesia. Sultan Hasanuddin, sebagai penguasa Gowa-Tallo yang berani dan gigih, melawan penjajahan Belanda pada abad ke-17.
Sultan Hasanuddin memimpin pasukan perlawanan untuk melindungi tanah airnya dari campur tangan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie). Perang ini dikenal dengan nama Perang Makassar atau Perang Gowa. Dalam pertempuran tersebut, Sultan Hasanuddin menghadapi tentara Belanda yang lebih besar dan lebih modern secara persenjataan.
Namun demikian, keteguhan hati dan strategi militer yang cerdik membuat Sultan Hasanuddin mampu memberikan perlawanan hebat kepada pasukan Belanda. Ia menggunakan keunggulan medan Sulawesi Selatan untuk merencanakan serangan mendadak dan melakukan gerilya di hutan-hutan lebat.
Dalam perjalanan peperangan ini, banyak desa-desa di Sulawesi Selatan ikut terlibat dalam perlawanan bersama dengan pasukan-sasaran aksi kolonial Belanda. Namun meski sudah bertempur habis-habisan untuk membela tanah airnya, akhirnya pada tahun 1669 Sultan Hasanuddin harus menyerahkan diri karena kesaktian musuh yang luar biasa kuat.
Meskipun demikian, semangat pemberontakan tidak padam begitu saja setelah penyerahan dirinya kepada VOC. Pada tahun 1670-an terjadi beberapa upaya pemberontakan lainnya pimpinan para pengikut Sultan Hasanuddin untuk mengusir penjajah Belanda dari tan
Pemberontakan yang dipimpinnya
Pemberontakan yang dipimpin oleh Sultan Hasanuddin menjadi salah satu puncak dari perjuangan melawan penjajahan Belanda di Sulawesi Selatan. Pada tahun 1666, Sultan Hasanuddin memimpin pemberontakan besar-besaran dengan tujuan mengusir pasukan VOC dan mendapatkan kemerdekaan bagi rakyatnya.
Dalam pemberontakan ini, Sultan Hasanuddin berhasil mengorganisir pasukan yang terdiri dari prajurit kerajaan dan rakyat biasa. Mereka menggunakan strategi gerilya untuk melawan kekuatan superior milik VOC. Dengan ketangguhan dan keberanian mereka, pasukan Sultan Hasanuddin mampu bertahan dalam pertempuran-pertempuran sengit melawan tentara Belanda.
Selama beberapa tahun, pemberontakan tersebut berlangsung dengan intensitas yang tinggi. Pasukan Sultan Hasanuddin melakukan serangan mendadak pada pos-pos militer Belanda serta jalur komunikasi dan logistik mereka. Keberhasilan-keberhasilan ini membuat pasukan Belanda semakin frustrasi karena sulit menemui lawan yang tangguh seperti mereka.
Namun sayangnya, meskipun usaha keras yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin dan para pejuang Sulawesi Selatan lainnya, akhirnya pada tahun 1669 pihak VOC berhasil merebut benteng utama Kesultanan Gowa-Tallo yaitu Benteng Somba Opu. Hal ini menyebabkan terputusnya aliran bantuan logistik dari luar daerah kepada kelompok perlawanan.
Walaupun demikian, hal ini tidak mematahkan semangat perjuangan Sultan Hasanuddin dan para pejuangnya. Mereka
Ketika ia ditahan oleh pihak VOC
Ketika ia ditahan oleh pihak VOC, Sultan Hasanuddin menghadapi tantangan yang besar. Menentang kekuasaan kolonial Belanda adalah tindakan berani yang membuatnya menjadi target utama penindasan. Namun, semangat perlawanan dan keberanian Sultan Hasanuddin tidak mudah dipadamkan.
Ditahan pada tahun 1669 di Benteng Rotterdam, Makassar, Sultan Hasanuddin tetap teguh dalam keyakinannya untuk melawan penjajahan. Meskipun terpisahkan dari pasukannya dan sumber daya yang terbatas, ia tetap memimpin gerakan perlawanan secara aktif dari balik jeruji besi.
Pihak VOC menyadari potensi bahaya yang dimiliki oleh Sultan Hasanuddin sehingga mereka melakukan upaya maksimal untuk meredam semangat perlawanannya. Mereka mengisolasi Sultan Hasanuddin dengan tujuan memotong komunikasinya dengan pendukungnya di luar penjara.
Meski memiliki keterbatasan fisik dan ruang lingkup aktivitasnya, ketekunan dan kepemimpinan Sultan Hasanuddin tidak surut sedikit pun. Ia menggunakan segala kesempatan untuk memberikan arahan kepada para pengikutnya yang masih berjuang demi kemerdekaan tanah air.
Kehadiran Sultan Hasanuddin dalam tawanan VOC bukanlah akhir dari perjuangannya melawan penjajah Belanda. Bahkan selama masa tahanannya tersebut, popularitas serta reputasi beliau semakin meningkat di kalangan rakyat Sulawesi Selatan sebagai seorang pejuang nasional yang tak kenal lelah.
Bagaimana ia meninggal?
Kematian Sultan Hasanuddin merupakan akhir dari perjuangan dan pengabdian seorang pahlawan. Setelah ditahan oleh pihak VOC, Sultan Hasanuddin tetap tegar dan tidak menyerah. Namun, sayangnya nasib berkata lain.
Pada tahun 1670, setelah beberapa bulan di penjara, Sultan Hasanuddin jatuh sakit. Dia diduga menderita penyakit yang parah dan tak lama kemudian meninggal dunia. Meskipun detail tentang penyebab kematian beliau tidak begitu jelas tercatat dalam sejarah, namun kita dapat merasakan betapa besar kehilangan yang dirasakan oleh rakyat Bugis Makassar saat itu.
Sultan Hasanuddin wafat dengan kepala yang tegak dan semangat yang membara untuk melindungi tanah airnya dari penjajahan asing. Meskipun hidupnya berakhir tragis di tangan musuh-musuhnya, warisannya sebagai pejuang kemerdekaan akan selalu dikenang oleh generasi-generasi mendatang.
Kematiannya menandai akhir babak perlawanan sengit melawan VOC oleh raja-raja Bugis Makassar. Walau telah tiada secara fisik, semangat juang Sultan Hasanuddin masih terus menginspirasi orang-orang Bugis hingga saat ini.
Penghargaan yang diterima Sultan Hasanuddin
Dalam perjalanan hidupnya, Sultan Hasanuddin telah berhasil mengukir sejarah yang gemilang. Keberanian dan kegigihannya dalam melawan penjajah Belanda menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang. Banyak penghargaan dan pengakuan diberikan kepada Sultan Hasanuddin sebagai bentuk apresiasi akan jasa-jasanya.
Pada tahun 1973, pemerintah Indonesia secara resmi memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Hasanuddin atas kepahlawanan dan kontribusinya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Gelar tersebut adalah pengakuan tertinggi yang diberikan negara kepada individu yang memiliki sumbangsih besar terhadap perjuangan nasional.
Selain itu, ada juga beberapa institusi pendidikan dan lembaga militer di Indonesia yang dinamai dengan nama Sultan Hasanuddin sebagai bentuk penghormatan terhadap sosok beliau. Salah satunya adalah Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Profil pahlawan Sultan Hasanuddin ini tentunya menjadikan kita semakin mengenal serta menghargai sejarah perjuangan bangsa kita. Melalui tulisan ini, semoga dapat menambah wawasan serta kebanggaan akan warisan budaya dan kepahlawanan dari para pahlawan kita seperti Sultan Hasanuddin. Mari kita tetap merayakan jasa-jasa mereka demi menjaga persatuan, kesatuan, dan kemajuan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik!